GEISHAKU
Karya Triyana Aidayanthi
Kantin sekolah selalu ramai oleh anak-anak genk “Dynamite”. Sebagai ketua genk, Yogi, harus selalu mengontrol keadaan di kantin agar tidak ada keonaran di sana. Yogi yang memilikki wajah tampan, otak encer, dan tentu saja kantongnya tebal sangat digilai oleh para cewek-cewek di sekolah itu. Ia tetap rendah diri meski mengetahui dirinya dikejar-kejar para cewek. Salah satunya Wanda, ketua genk “d’Exit”. Wanda yang terkenal playgirl dan matre ini tak pernah mendapat tanggapan apa-apa dari Yogi. Segala cara dilakukan Wanda untuk mendapatkan Yogi, tapi itu semua sia-sia saja karena Yogi sudah kepincut dengan Geisha, cewek tomboy yang disukainya sejak kelas 1.
Sabtu, 28 April 2000
Yogi sengaja datang pagi-pagi ke sekolah untuk menemui pujaan hatinya. Langkah kakinya mantap menuju kelas IX IPA 1. Diamatinya kelas itu dengan seksama. Hanya ada seperdelapan anak yang sudah mangkal di sana. Ia masuk tanpa keraguan. Sampai di depan bangku Geisha, dikeluarkannya 9 tangkai bunga mawar yang telah dirangkai indah oleh tukang bunga di depan rumahnya. “Aku tau kamu tidak suka ini, tapi aku yakin kamu tak akan ingin melihatnya dengan wanita lain.” Ucapnya pelan. Lalu ia segera mengambil langkah seribu menuju kantin sekolah. Dan hal yang paling tidak ia sukai ketika sampai di alamnya, telat 1 menit saja, tempatnya telah ditempati oleh makhluk-makhluk pembuat onar di sekolah, d’Exit. Sang ketua genk, Wanda, sudah koar-koar dengan mulutnya yang berapi-api. Menambah membosankan pagi itu. Dengan istruksi tersembunyi, anak-anak genk Dynamite cabut dari tempat itu. Mereka bergegas menuju tempat lainnya.
Anak-anak bergegas menuju kelasnya masing-masing setelah peringatan 5 menit lagi pelajaran akan dimulai. Yogi melirik keadaan di kelas Geisha, tak ada cewek yang biasanya berdiri di depan pintu, tak ada lagi perasaan diperhatikan oleh cewek itu dari kejauhan.
“Sudah, jangan melamun, bos!” kata seorang anggota genknya. “Mungkin dia terlambat, bos.” Katanya lagi.
“Ya.. banyak kemungkinan..”
“Kenapa lo masih nyimpen prasaan itu? Ungkapin aja, gak ada yang mesti ditakutkan.”
“Lo bener Bob, tapi gue belum siap.”
“Lo harus siap, karena itu konsekuensi mencintai seseorang.”
“Thanks guys... gue mau ke perpus, gue lagi pengen sendiri..”
“Ini bukan Yogi yang biasa gue kenal..” anak-anak Dynamite lainnya memandang Bobi, mencoba mengartikan perkataan Bobi.
“Emang susah menerima kenyataan terburuk dari orang yang sangat kita cintai. Tapi bagaimanapun, kita harus mendukung Yogi. Kita harus mengembalikan Yogi yang dulu!”
“Pasti! Pasti!”
Entah sudah dimana pikiran Yogi saat ini. Ia duduk lemas di dekat perpustakaan, tempat pertama ia bertemu dengan Geisha, tempat pertama yang menjadi saksi pertengkaran hebat mereka ketika Yogi menganggu teman Geisha yang membuat cewek itu menyemprotkan minuman bersoda ke wajah Yogi. Ia masih ingat betul suasana yang melatari kejadian itu.
Semenjak kejadian itu, Geisah menjadi musuh besar genk Dynamite, terutama dirinya. Ia selalu mencari cara untuk mengusik cewek itu, dengan anggapan agar Geisha takut terhadap dirinya, dan tanpa ia sadari, hal itu justru membuatnya jatuh hati terhadap Geisha.
“Geiii...”
“Lo kok gak bosen-bosennya nyari gara-gara sama gue? Belum cukup permintaan maaf konyol yang lo suruh ke gue, hadiah lo menang main catur sama gue, hah?!” bentaknya.
“Siapa bilang?”
“Trus apa? Gue tau lo pasti ada maunya.”
“Emang gue ada maunya,” Yogi mengeluarkan setangkai bunga mawar segar. “Ini mau gue..”
Geisah tertawa heran. “Sorry, gue gak suka..”
“Tapi lo pasti gak ingin bunga ini berada di tangan cewek lain..”
“Helloo.. gak usah berimajinasi!”
Mengingatnya, membuat Yogi tertawa. Semenjak itu ia merasa cewek itu berubah. Setiap kali tidak sengaja bertemu dengan Yogi, ia terlihat sedikit salting. Ketika digoda oleh anak-anak Dynamite yang lain pun wajahnya memerah. Masa-masa kelas IX adalah yang paling menyenangkan. Begitu juga dengan masa PDKT mereka.
Saat tidak sengaja kepergok jalan bareng di taman kota sama Bobi, dikejar anak-anak Dynamite waktu ngerayain ulang tahun Geisha, mendadak jadi langganan di toko bunga depan rumah, dan bela-belain sekolah jam 6 pagi, melawan hawa dingin yang menusuk, hanya untuk meletakkan bunga di bangku Geisha..
Pagi itu, entah dari siapa dan dari mana, anak-anak membincangkan berita jadiannya Yogi dan Geisha. Dan sialnya, d’Exit mendengar kabar burung itu. Make-up yang tebal itupun berubah jadi seram.
“Keterlaluan! Ini gak bisa dibiarin. Kita harus buat perhitungan sama cewek itu!”
“Betul, Wan! Brani-braninya dia ngerebut Yogi dari lo!” d’Exit bergegas menuju kelas Geisha. Namun belum mereka masuk, mereka dicegat anak-anak Dynamite. Keteganganpun mencuat. Wanda pun langsung nyolot.
“Lo minggir aja, jangan halangin gue!”
“Kalo lo emang sayang sama Yogi, seharusnya lo ngedukung dia, bukan malah nyakitin!”
“Dia harusnya yang nyadar! Dia yang udah nyakitin gue. Kalian tau kan gue suka sama dia, tapi kalian malah dukung dia sama cewek kemarin sore itu!”
“Udah Bob, kita cabut aja. Males ngomong sama orang kolot macem dia.”
“Gue pringatin lo baik-baik. Kalo lo nyakitin Geisha, sama dengan lo nyari masalah sama Dynamit.” Kata terakhir Bobi membuat Wanda semakin geram.
“Udah Wan, tahan dulu amarah lo. Sekarang kita cabut ke rumah sakit. Mitha udah keluar dari ICU...”
Seorang wanita paruh baya nampak cemas di depan ruang ICU ketika Wanda Cs tiba di sana. Dikiranya mamanya Mitha. Lalu keluar seorang suster membawa peralatan bekas operasi dengan wajah yang lemas. Wanita paruh baya itu pun sontak menanyai suster itu. Terdengar wanita itu menanyai keadaan anaknya, namun suster itu tidak menjawab. Lalu dokter yang menangani operasi itu muncul. Setelah agak lama dokter itu bicara, wanita itu nampak lemas, lalu ia duduk dibangku panjang yang ada di sampingnya.
“Sepertinya ibu itu telah kehilangan..”
Wanita yang dikiranya akan memilih diam ketika didekatinya, justru sebaliknya. Wanita itu menceritakan apa yang telah menimpa putri kesayangannya itu pada Wanda. Dari sanalah Wanda mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Salah besar selama ini ia begitu membenci Geisha.
Minggu, 29 April 2000
“Sob... lo harus kuat nerima semua ini. Kita semua ngedukung lo penuh.” Bobi beserta seluruh teman sekolahnya menghadiri upacara pemakaman Geisha. Ia selalu berada di samping Yogi. Menopang semangat hidup Yogi agar tidak patah.
“Lo liat kan? Bobi aja yang saudara tirian sama Yogi sampe segitunya care sama Yogi. Masak kita yang saudara kembar kalah sama mreka?” celetuk Dicky pada Thomas. Thomas mengangguk-ngangguk saja.
“Lo masih punya kita, Dynamite, bro...”
“Yaaa! Kita akan tetep setia sama lo!”
“Janji..?”
“Yes, we promise!”
 |
| Geishaku |
Sabtu, 28 April 2000
Yogi sengaja datang pagi-pagi ke sekolah untuk menemui pujaan hatinya. Langkah kakinya mantap menuju kelas IX IPA 1. Diamatinya kelas itu dengan seksama. Hanya ada seperdelapan anak yang sudah mangkal di sana. Ia masuk tanpa keraguan. Sampai di depan bangku Geisha, dikeluarkannya 9 tangkai bunga mawar yang telah dirangkai indah oleh tukang bunga di depan rumahnya. “Aku tau kamu tidak suka ini, tapi aku yakin kamu tak akan ingin melihatnya dengan wanita lain.” Ucapnya pelan. Lalu ia segera mengambil langkah seribu menuju kantin sekolah. Dan hal yang paling tidak ia sukai ketika sampai di alamnya, telat 1 menit saja, tempatnya telah ditempati oleh makhluk-makhluk pembuat onar di sekolah, d’Exit. Sang ketua genk, Wanda, sudah koar-koar dengan mulutnya yang berapi-api. Menambah membosankan pagi itu. Dengan istruksi tersembunyi, anak-anak genk Dynamite cabut dari tempat itu. Mereka bergegas menuju tempat lainnya.
Anak-anak bergegas menuju kelasnya masing-masing setelah peringatan 5 menit lagi pelajaran akan dimulai. Yogi melirik keadaan di kelas Geisha, tak ada cewek yang biasanya berdiri di depan pintu, tak ada lagi perasaan diperhatikan oleh cewek itu dari kejauhan.
“Sudah, jangan melamun, bos!” kata seorang anggota genknya. “Mungkin dia terlambat, bos.” Katanya lagi.
“Ya.. banyak kemungkinan..”
“Kenapa lo masih nyimpen prasaan itu? Ungkapin aja, gak ada yang mesti ditakutkan.”
“Lo bener Bob, tapi gue belum siap.”
“Lo harus siap, karena itu konsekuensi mencintai seseorang.”
“Thanks guys... gue mau ke perpus, gue lagi pengen sendiri..”
“Ini bukan Yogi yang biasa gue kenal..” anak-anak Dynamite lainnya memandang Bobi, mencoba mengartikan perkataan Bobi.
“Emang susah menerima kenyataan terburuk dari orang yang sangat kita cintai. Tapi bagaimanapun, kita harus mendukung Yogi. Kita harus mengembalikan Yogi yang dulu!”
“Pasti! Pasti!”
Entah sudah dimana pikiran Yogi saat ini. Ia duduk lemas di dekat perpustakaan, tempat pertama ia bertemu dengan Geisha, tempat pertama yang menjadi saksi pertengkaran hebat mereka ketika Yogi menganggu teman Geisha yang membuat cewek itu menyemprotkan minuman bersoda ke wajah Yogi. Ia masih ingat betul suasana yang melatari kejadian itu.
Semenjak kejadian itu, Geisah menjadi musuh besar genk Dynamite, terutama dirinya. Ia selalu mencari cara untuk mengusik cewek itu, dengan anggapan agar Geisha takut terhadap dirinya, dan tanpa ia sadari, hal itu justru membuatnya jatuh hati terhadap Geisha.
“Geiii...”
“Lo kok gak bosen-bosennya nyari gara-gara sama gue? Belum cukup permintaan maaf konyol yang lo suruh ke gue, hadiah lo menang main catur sama gue, hah?!” bentaknya.
“Siapa bilang?”
“Trus apa? Gue tau lo pasti ada maunya.”
“Emang gue ada maunya,” Yogi mengeluarkan setangkai bunga mawar segar. “Ini mau gue..”
Geisah tertawa heran. “Sorry, gue gak suka..”
“Tapi lo pasti gak ingin bunga ini berada di tangan cewek lain..”
“Helloo.. gak usah berimajinasi!”
Mengingatnya, membuat Yogi tertawa. Semenjak itu ia merasa cewek itu berubah. Setiap kali tidak sengaja bertemu dengan Yogi, ia terlihat sedikit salting. Ketika digoda oleh anak-anak Dynamite yang lain pun wajahnya memerah. Masa-masa kelas IX adalah yang paling menyenangkan. Begitu juga dengan masa PDKT mereka.
Saat tidak sengaja kepergok jalan bareng di taman kota sama Bobi, dikejar anak-anak Dynamite waktu ngerayain ulang tahun Geisha, mendadak jadi langganan di toko bunga depan rumah, dan bela-belain sekolah jam 6 pagi, melawan hawa dingin yang menusuk, hanya untuk meletakkan bunga di bangku Geisha..
Pagi itu, entah dari siapa dan dari mana, anak-anak membincangkan berita jadiannya Yogi dan Geisha. Dan sialnya, d’Exit mendengar kabar burung itu. Make-up yang tebal itupun berubah jadi seram.
“Keterlaluan! Ini gak bisa dibiarin. Kita harus buat perhitungan sama cewek itu!”
“Betul, Wan! Brani-braninya dia ngerebut Yogi dari lo!” d’Exit bergegas menuju kelas Geisha. Namun belum mereka masuk, mereka dicegat anak-anak Dynamite. Keteganganpun mencuat. Wanda pun langsung nyolot.
“Lo minggir aja, jangan halangin gue!”
“Kalo lo emang sayang sama Yogi, seharusnya lo ngedukung dia, bukan malah nyakitin!”
“Dia harusnya yang nyadar! Dia yang udah nyakitin gue. Kalian tau kan gue suka sama dia, tapi kalian malah dukung dia sama cewek kemarin sore itu!”
“Udah Bob, kita cabut aja. Males ngomong sama orang kolot macem dia.”
“Gue pringatin lo baik-baik. Kalo lo nyakitin Geisha, sama dengan lo nyari masalah sama Dynamit.” Kata terakhir Bobi membuat Wanda semakin geram.
“Udah Wan, tahan dulu amarah lo. Sekarang kita cabut ke rumah sakit. Mitha udah keluar dari ICU...”
Seorang wanita paruh baya nampak cemas di depan ruang ICU ketika Wanda Cs tiba di sana. Dikiranya mamanya Mitha. Lalu keluar seorang suster membawa peralatan bekas operasi dengan wajah yang lemas. Wanita paruh baya itu pun sontak menanyai suster itu. Terdengar wanita itu menanyai keadaan anaknya, namun suster itu tidak menjawab. Lalu dokter yang menangani operasi itu muncul. Setelah agak lama dokter itu bicara, wanita itu nampak lemas, lalu ia duduk dibangku panjang yang ada di sampingnya.
“Sepertinya ibu itu telah kehilangan..”
Wanita yang dikiranya akan memilih diam ketika didekatinya, justru sebaliknya. Wanita itu menceritakan apa yang telah menimpa putri kesayangannya itu pada Wanda. Dari sanalah Wanda mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Salah besar selama ini ia begitu membenci Geisha.
Minggu, 29 April 2000
“Sob... lo harus kuat nerima semua ini. Kita semua ngedukung lo penuh.” Bobi beserta seluruh teman sekolahnya menghadiri upacara pemakaman Geisha. Ia selalu berada di samping Yogi. Menopang semangat hidup Yogi agar tidak patah.
“Lo liat kan? Bobi aja yang saudara tirian sama Yogi sampe segitunya care sama Yogi. Masak kita yang saudara kembar kalah sama mreka?” celetuk Dicky pada Thomas. Thomas mengangguk-ngangguk saja.
“Lo masih punya kita, Dynamite, bro...”
“Yaaa! Kita akan tetep setia sama lo!”
“Janji..?”
“Yes, we promise!”
PROFIL PENULIS
Seorang penulis pemula nan amatiran yang jatuh cinta dengan dunia menulis karena suka menggambar ;) hehehe...
Salam kenal ya..
Boleh dong kritik, saran, & share pengalamannya ;)
Facebook : Triyana Aidayanthi
Twitter : @_triyanaa
Salam kenal ya..
Boleh dong kritik, saran, & share pengalamannya ;)
Facebook : Triyana Aidayanthi
Twitter : @_triyanaa