Janji - Cerpen Persahabatan Sedih

JANJI
Karya Shinichi Edogawa
“....,Janji yahh”. “ia aku pasti akan menepati janjiku..”. (dalam mimpi haru)
“Haru..Haruu…Haru, Heii haru bangun. Sampai kapan kau mau tidur”, Ucap ibu membangunkan ku yang tertidur di dalam mobil. Perlahan-lahan mata ini terbuka dan dengan kondisi mata yang masih mengantuk aku melihat pemandangan lewat jendela mobil. “Haaaaahh.. Indahnya.. Desa memang tempat yang luar biasa” ucapku di dalam hati saat melihat pemandangan desa yang di baluti langit biru dengan awan putih serta sungai yang mebatasi wilayah perdesaan dan wilayah hutan di kaki gunung.

Hari ini aku mengunjungi desa nenek bersama dengan ayah, ibu dan juga adikku. Kami berencana untuk menginap satu minggu disana. Sudah sekitar 5 tahun aku tidak mengunjungi desa ini. Saat itu aku adalah tipe anak pemalu yang tidak pandai bersosialisasi dengan anak-anak di desa. Tapi saat itu aku bertemu seorang anak laki-laki yang kira-kira sebaya denganku. Saito namanya. Aku bertemu denganya saat keluargaku sedang mengunjungi sungai, Saito sebenarnya juga sudah mengenal nenek dan kakek karena Saito adalah salah satu anak yang cukup aktif di desa itu. Entah mengapa aku merasa cukup cocok dengan saito, aku merasa tidak canggung saat di dekatnya, bermain, memancing bahkan menelusuri hutan bersama-sama. Dalam waktu sekejab saja aku sudah bisa akrab dengan saito.
“Nenek..!!” teriak adik ku ketika melihat nenek yang sedang menyapu halaman di rumah yang sederhana tetapi masih terawat itu. “Owh Haru, Hani, lama tidak bertemu, bagaimana kabar kalian” Tanya nenek ketika melihat kami. “Baik nek.” Jawab adik ku dengan logat kekanak-kanakannya. Setelah ngobrol dan istirahat sejenak, aku beserta keluargaku berencana untuk mengunjungi sungai. Di sungai kami bermain-main air dan mata ku sempat melihat sosok yang tidak asing sedang menintip dari belakang pohon.
Janji
Tanpa berpikir panjang aku langsung kearah pohon itu dan setelah berjalan agak jauh ke dalam hutan, seseorang memangilku dari arah belakang. Dengan perasaan was-was aku melihat ke belakang dan yang kulihat adalah sesosok anak laki-laki yang lebih pendek dari ku lengkap dengan sandal jepit khas di wilayah desa sini. “Lama tak bertemu, Haru..” ucap anak itu kepadaku. “Saito.. Saito kan?” tanyaku dengan sedikit bingung. “Iyalah, kamu kira siapa lagi, Haru.” Jawab saito dengan wajah yang terlihat kesal bercampur candaan. “Saitooo…!!!!” teriak ku sambil berlari ke arahnya. Tetapi Saito langsung menghindar dan alhasil aku menabrak pohon yang kala itu berada di belakang Saito. “Hahaha.. kamu ngak pernah berubah ya Haru, selalu ceroboh dan langsung betindak tanpa berpikir panjang dulu” Ledek Saito sambil tertawa terbahak-bahak. “Aduh..duh.. kau kejam Saito, kita kan udah lama ngak ketemu, seengak- seengaknya jangan meledeku donk..”. “Hahaha.. maaf, maaf aku Cuma bercanda tadi, maafkan aku yahh..”. “ia ia aku maafkan, tapi saito sudah beberapa lama rasanya tinggi kamu ngak bertambah-tambah yah. Padahal dulu kau lebih pendek dari ku, kan?” Tanyaku kepada saito. Tapi Saito segera berkelit dari pertanyaan itu dan mengantinya dengan pembicaraan lain.

Setelah bercakap-cakap dengan Saito, aku baru ingat kalau aku tadi pergi tanpa berpamitan dengan orang tuaku di tepi sungai. Terpaksa aku harus kembali dan sebelum kembali, saito mengatakan kepadaku untuk datang besok siang ke tepi sungai untuk menepati janji yang dulu dia buat denganku. Aku mengatakan kalau aku pasti akan dating. Tetapi jujur, aku sendiri sudah lupa tentang janji yang aku buat denganya 5 tahun yang lalu. Tapi ya sudahlah pikir ku, karena besok pasti Saito akaan mengatakanya kepadaku.

Esok siangnya saat aku bersama keluargaku sedang menyantap makan siang, tak sengaja aku menyingung tentang pertemuanku dengan Saito. Sejenak ayah, ibu, kakek, dan nenek ku terdiam melihat aku yang menceritakan tentang Saito. “Dimana kau bertemu dengan Saito itu” Tanya ibu kepada ku. “Di sungai, bu, saat kita kesana kemarin” jawabku. “Sebaiknya kau jangan dekati anak yang bernama Saito itu!” bentak ibu tiba-tiba pada ku. “Ibu apa-apaan sih? Kenapa tidak boleh?” tanyaku dengan nada bicara yang cukup keras. “Sudah! Pokonya kau jangan dekati dia lagi, itu saja pesan ibu.” Bentak ibu dengan nada bicara yang semakin keras. “Ibu aneh!” Teriak ku kepada ibu sambil berlari menuju hutan.


Setelah cukup jauh berlari ke dalam hutan, aku baru sadar kalau ini sudah sangat jauh dari sungai. Aku mencoba berjalan kembali tetapi tidak kunjung mencapai sungai, aku mulai putus asa. Langkah kaki ini terasa tidak sanggup lagi berjalan ditambah lagi dengan heningnya hutan yang seakan menelan jiwa ku yang tadinya berani memasuki hutan ini. Samar-samar dari balik hutan aku melihat sesosok bayangan berjalan menghampiriku, “Hewan buaskah?” pikirku. Jantung sudah berdegup kencang dan kaki ini terasa lemas membayangkan bayangan apa yang mendekat itu sebenarnya. Melewati pohon-pohon bayangan itupun berubah menjadi semakin jelas. Saito, wujud asli dari bayangan itu seakan melegakan perasaan takut yang kubayangkan sebelumnya.

“Saito, mengapa kau bisa mengetahui aku ada disini..” tanyaku pada Saito. “Ah..yaa.. hutan ini sudah seperti rumah bagiku, jadi aku tahu letak-letak di hutan ini” jawab Saito dengan sedikit gugup. Ada kejanggalan yang kurasakan dari Saito, walau bagaimanapun, tidak mungkin Saito secara tidak sengaja menemuiku yang teresat ini. Tapi semua pikiran negatif itu aku singkirkan, bagiku yang telah diselamatkan Saito saja ini sudah cukup, tidak peduli alasan apa yang ia katakan ketika menemukan keberadaanku. “Oh ya, Haru.. Hari ini aku akan menepati janji kita, kau masih ingatkan.” Tanya Saito. “Ohw itu, ya tentu, tentu aku masih ingat.” Jawabku kedpadanya. Aku masih belum mengingat janji apa yang aku buat saat itu, tetapi aku akan mencoba mengikuti kemana Saito akan mebawaku dengan harapan aku akan mengingatnya di perjalanan.

Sesampainya di sebuah sisi gunung yang cukup datar , saito menyuruhku melihat kearah desa yang bisa dilihat dari sisi gunung itu. “Lihatlah Haru.. Inilah tempat yang aku janjikan waktu itu.” Ucap Saito kepadaku. Setelah aku melihat ke arah desa, terlihat jelas pemandangan yang sangat indah dari atas sini, beberapa desa yang berbatasan dengan desa nenek, padang bunga yang indah, pola sawah yang sangat teratur terlihat sangat indah dipandang. Setelah terasa cukup memanjakan mata dengan pemandangan itu kami langsung turun gunung yang kala itu waktunya sudah cukup sore.

Di tepi sungai kulihat penduduk desa beserta orang tuaku berkumpul dan ketika melihatku mereka langsung berlari menghampiriku, mereka menanyakan kemana aku pergi tadi dan aku pun menceritakan semuanya. Semua orang seperti tidak percaya akan cerita ku. Karena yang mereka tau Saito telah hilang di hutan 5 tahun yang lalu, dan saat dilakukan pencaharian, yang ditemukan hayalah potongan pakaian Saito yang penuh darah dan bekas gigitan harimau di dalam hutan dan sampai saat in mayatnya belum ditemukan. Aku merasa tidak percaya dengan semua itu mengingat Saito adalah orang yang baru saja aku temui barusan. Lalu di saat aku terbingung, aku melihat bayangan saito di belakang pohon sedang tersenyum dan kemudian menhilang bagaikan roh yang biasa muncul di film-film horor. Esoknya, tersebar kabar kalau tulang belulang saito telah ditemukan penduduk saat sedang mencari ku yang berlari di hutan kemarin. Dengan bukti forensik dan tes DNA dari keluarga Saito membuktikan kalau tulang belulang itu adalah milik Saito.

“Haru besok aku akan membawamu ke sisi gunung, dari sana kau bisa melihat pemandangan desa yang sangat indah.” (Saito)
“Benarkah? Kalau begitu besok kau harus membawaku kesana, Janji yah..”. (Haru)
“Ia aku berjanji” (Saito)


5 tahun lalu aku pernah membuat janji itu dengan Saito. Tetapi esoknya aku terkena demam dan langsung dibawa oleh orang tuakku ke rumah sakit di kota. Sejak saat itu Saito terus menungguku di dalam hutan yang sepi dan hening hingga akhirnya.. ia diterkam hewan buas di hutan. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun sampai saat ini. Ia terus menunggu ku walau wujudnya bukan lagi sebagai manusia, menunggu untuk menepati janjinya yang ia buat denganku 5 tahun yang lalu. Aku berkata dalam hati, “Maaf telah membuatmu menunggu selama ini, Saito. Dan juga.. terima kasih karena telah menungguku selama ini. Kau akan selalu terkenang di hati ini sebagai sahabat yang paling berharga untuk ku. Saito… Sekarang kau sudah bisa tenang, janjimu sudah kau tepati dan jalanmu ke dunia sana juga telah terhubung. Kembalilah ke tempat dimana kau seharusnya. Sekali lagi, maaf dan terima Kasih, Saito”

- - - TAMAT - - -

Labels: , ,