Cinta yang Menuntun Kita - Cerpen Cinta Romantis

CINTA YANG MENUNTUN KITA
Karya Melinda S. Rini

Aku berdiri di depan gerbang sekolah lain. Sekolah yang sebelumnya nggak aku kenal kalau tidak untuk menemui sahabat terbaikku,Mitta. Dia meminta aku menjemputnya hari ini. Sudah 15 menit aku berdiri lama menunggu dia. Aku mondar-mandir di depan gerbang sekolah itu mencari batang hidung Mitta. Seragam sekolahku yang berbeda membuat anak-anak sekolah itu melihatku penuh tanya. 

Aku tidak menghiraukan mereka,aku putuskan untuk mencari dia sendiri. Aku masuk lorong sekolah itu. Hingga sepertinya ada orang yang telah berbaik hati menanyakan aku.
"Maaf,aku lihat dari tadi sepertinya kamu mencari seseorang ya?" langkahku segera berhenti,selanjutnya aku menoleh ke belakang untuk menjawab pertanyaan orang tersebut,dan seketika...
"Randa??" Nama itu seketika terucap dari bibirku. Nama yang sangat aku kenal,Randa teman dekatku sewaktu SMP. Setelah itu dia tersenyum sangat tulus,sementara aku tersenyum palsu entah Randa tau atau tidak bahwa aku memaksa tersenyum padanya. Ya Tuhan,kenapa secepat ini? Kenapa harus sekarang aku bertemu dia. Aku belum siap untuk melihat dia lagi. Bodohnya juga aku nggak menyadari bahwa sekolah ini adalah tempat dia menuntut ilmu. Ternyata dia tau kalau aku tinggal dikota ini.

Cinta yang Menuntun Kita
Banyak yang berubah dari dia. Wajahnya dulu yang imut sekarang menjadi lebih tampan. Senyumannya sekarang menjadi lebih manis. Jerawat yang dulu banyak menghiasi wajahnya,sekarang sudah hilang. Tubuhnya sekarang menjadi lebih tinggi. Sahabatku sewaktu SMP ini,semakin terlihat dewasa dengan mengenakan seragam putih abu-abu.
"Apa kabar,man?" Randa memecahkan lamunanku
"B-ba-baik..." jawabku terbata-bata dan singkat. Aku nggak bisa menjawab pertanyaannya panjang lebar. Aku masih terlalu sakit hati jika mengingat semuanya.
"Kamu cari siapa?" tanya Randa lagi. Ya Tuhan,mendengar suaranya saja ingin rasanya aku memutar kembali waktu itu,waktu yang nggak aku harapkan pernah terjadi. Tapi,sekarang aku nggak sekedar mendengar suaranya saja,tetapi aku juga sedang berdiri tepat dihadapan seseorang yang pernah menjadi penghuni hatiku dimasa lalu bahkan sampai sekarang sepertinya masih melekat dihatiku.
"Aku mencari Mitta,dia minta aku menjemputnya hari ini, dia anak kelas 2-IPA-1."
"Tunggu sebentar,tadi aku melihatnya sedang mengembalikan buku ke perpus..."

Dia tersenyum sangat manis. Tiba-tiba hatiku bergetar kembali,aku sadar aku masih mencintainya. Aduhh,rasanya aku ingin lari sekarang juga. Akhirnya,seseorang menolongku, Mitta memanggilku. Segera aku berpamitan dari hadapan Randa. Jujur aku nggak bisa lama-lama berdiri dihadapanmu,Ran. Terlihat dari wajah Randa yang rasanya ingin menahanku sebentar sekedar melepas rasa kangennya. Tapi aku nggak bisa,aku harus cepat pergi,sebelum aku harus menangis dihadapanmu Ran.
***

Malam hari, aku teringat masa laluku. Aku teringat dimana hari-hariku lewati bersama sahabatku dulu. Masa-masa yang ingin aku lupakan dalam pikiranku. Tapi ternyata sangat sulit bagiku. Hhhhmmm...Randa, nama itu selalu teringat dalam pikiranku. Sebuah nama yang sangat sulit aku hilangkan dari pikiran ataupun hatiku.
"Mandaaa....." teriak Mitta, memecahkan lamunanku tentang Randa.
"Aduh,Mittaku sayang,bisa kan ketok pintu dulu?" keluh Manda

Kebiasaan terburuk Mitta adalah saat akan masuk kamar Manda, dia tidak pernah mengetuk pintu kamar Manda.
"Udah berapa kali gue ingetin, kalau masuk itu ketok pintu dulu. Apa susahnya, sih?" omel manda.

Mitta cengengesan,"Hehehe ya maap Mandaku sayang. Biasanya juga aku masuk kamarmu nggak pernah yang namanya ketok pintu dulu. Ya sudah aku nyelonong masuk aja. Ehh, nggak taunya kamu malah asyik ngelamun, ngelamunin apa sih? serius banget kayaknya." Tanya sahabatku itu, aku hanya menjawab pertanyaannya dengan senyuman.
"Oh ya man, tadi waktu kamu ke sekolahku. Kalau nggak salah kamu lagi ngobrol sama Randa kan? kok bisa sih man? padahal dia itu orangnya cuek banget loh, dia Cuma mau ngomong sama orang-orang tertentu aja." tanya Mitta
"Itu yang aku lamunin..."
"Maksud kamu?" tanya Mitta penuh tanya
"Mitt, kamu masih ingat kan tentang Randa yang dulu pernah aku ceritain ke kamu. Randa sahabatku dulu sekaligus orang yang pernah aku cinta dan aku benci. Dia datang lagi dalam kehidupanku....."
"Maksud kamu Randa temanku itu adalah Randa sahabatmu?" tanya Mitta penasaran. Aku hanya mengangguk. Ingin rasanya aku menahan air mataku yang membendung di pelupuk mata, tapi air mata itu tetap tumpah membasahi pipi.
***

Pertemuan itu menguak sebuah kenangan yang tertutup rapat di dalam hatiku. Kenangan cinta yang menjadi sebuah misteri saja. Persahabatanku dengan Randa membawa jauh melambungkan harapan bagiku. Aku jatuh cinta pada Randa.
Hingga akhirnya kenyataan itu membangunkanku. Saat Randa mengajakku ke toko buku dan dia memperbolehkan aku membeli buku-buku yang aku mau dan dia yang membayarnya ternyata adalah ungkapan kegembiraan keberhasilannya mendapatkan Tya, seorang cewek yang amat disuakainya. Tya adalah teman terbaikku selama SMP. Mereka saling kenal karna aku yang memperkenalkan mereka, hingga akhirnya mereka saling suka. Aku hanya bisa tersenyum menahan perih yang menggores sangat dalam dihatiku. Aku benar-benar kecewa.
***

Melihat kemesraan Randa dengan Tya setiap hari, aku merasakan ada luka yang menggores hatiku semakin dalam. Sangat pedih dan perih. Aku akui, aku sangat cemburu. Aku sadar menginginkan Randa lebih dari sekedar sahabat. Saat itu aku benar-benar hancur. Aku harus tersenyum untuk Randa dan untuk Tya. Bukan kesalahan Randa kalau aku mencintainya, mencintai seorang sahabat yang telah begitu baik padaku dan bukan kesalahan Randa jika dia mencintai Tya.
Apakah kamu ingin tau,Ran? Kenapa aku tiba-tiba lari dari kehidupanmu? Aku tak bisa selamanya berpura-pura tak ada sakit yang menderaku. Setiap detik yang kulalui bersama kamu dan Tya rasanya seperti api membara. Jujur aku nggak pernah ingin melihat kamu bahagia dengan Tya.
Hingga akhirnya hatiku terlalu sakit jika harus melewati hari-hari itu. Aku pun memutuskan pergi jauh, jauh dari hadapan mu. Membawa pergi luka hatiku. Itu adalah awal kehidupanku tanpa senyuman mu. Senyum yang selalu menghiasi hari-hari ku. Hati ku ternyata lebih perih saat kehilangan mu sebagai sahabat. Hidup tanpa senyuman mu ternyata lebih berat dan aku tak bisa juga melupakan mu hingga sekarang.
***

Aku terpekur dikamarku. Malam ini aku sendiri. Mitta pun belum datang menghiburku. Aku sendiri, di temani malam tanpa bintang. Angin yang bertiup sangat kencang masuk ke dalam kamar ku. Akhirnya sahabat ku pun datang.
"Ada apa, Man?" tanya Mitta secara lembut. Aku belum menjawab, hati ku ternyata masih terasa sakit walaupun luka itu sudah terasa lama.
"Aku belum bisa melupakan Randa...." kata ku lirih, sangat lirih hampir tidak terdengar. Mitta tersenyum, kemudian berdiri di samping ku.
"Memang sulit untuk kita jika harus melupakan sebuah kenangan yang sangat manis. Kenangan yang harusnya tersimpan menjadi memori indah tapi kenyataannya lain, ternyata kenangan itu menjadi luka yang menggores hati yang semakin dalam..." Mitta berhembus, air mataku juga mulai akan mengalir membasahi pipiku, perkataannya tadi sangat menyentuh hatiku.
"Tetapi kamu nggak bisa seperti ini terus menerus. Kamu nggak harus melupakan Randa.."
"Aku harus melupakan dia, Mitt. Aku terlalu sakit hati jika harus mengingatnya lagi"
"Baiklah kalau kamu ingin melupakan dia, tapi dengan cara kamu harus mengatakan ke Randa bahwa selama ini kamu mencintainya, setelah itu kamu pasti akan bisa melupakan Randa secara perlahan.."
"Tapi bukan sekarang waktunyaa.." kataku lirih
"Terserah kamu, kapan mau jujur kepada Randa. Namun semakin cepat kamu mengatakannya, semakin cepat juga kamu melupakannya.."
***

Hari minggu aku lari pagi bersama Mitta. Hari yang sejuk, udara pagi yang masih terasa fress dinikmati pagi ini. Aku dan Mitta kemudian beristirahat di bangku yang terdapat dibawah pohon melati yang tumbuh tinggi menambah harumnya taman itu. Mitta kemudian pergi membeli sebotol air minum. Namun aku ingin tetap bersantai di bangku itu. Menyium wanginya bunga melati. Hingga akhirnya datang seorang yang sama sekali tidak aku harapkan, sama sekali......
"Hai,man..." Randa datang, aku lebih memilih untuk pergi secepat mungkin tapi tangannya sudah menahanku untuk tidak pergi.
"Tunggu,Man. Aku ingin bicara..." dengan terpaksa aku pun tetap duduk di sampingnya. Ya Tuhan, mana Mitta? Kenapa dia belum juga datang di saat seperti ini?
"Mungkin bagimu masa lalu,Man. Tapi bagiku tidak. Sampai sekarang aku masih nggak mengerti maksud kamu yang dulu tiba-tiba hilang dari hidupku."

Aku masih belum bisa menjawab,Ran. Aku masih belum bisa jujur. Ego ku masih belum bisa menerima sakit hatiku yang dulu aku terima.
"Man, aku mohon jawab pertanyaanku. Kamu nggak tau, waktu kamu pergi dari hidupku, aku sangat kehilangan kamu, aku kehilangan seorang sahabat yang selalu mengisi hari-hariku, aku kehilangan semangat hidupku, aku kehilangan seseorang yang ada......" Randa berhenti sejenak. Kehilangan seorang yang ada pada apa Ran? Yang ada di hidupmu? sama,Ran. Aku lebih kehilangan daripada kamu. Aku kehilangan separuh hatiku yang harusnya menjadi bagian hidupku.
"Aku kehilangan...separuh hatiku,Man. Aku kehilangan separuh bunga yang harusnya tumbuh mekar di hatiku. Aku jatuh cinta padamu,Man...."
***

Ya Tuhan, apa ini akhir dari semuanya yang dulu aku alami? Pengakuan Randa tadi pagi sangat menggembirakan bagiku. Pengakuan yang nggak pernah aku bayangkan sebelumnya. Malam ini terasa indah sekali bagiku, bulan dan bintang bersinar cerah. Tapi itu belum berakhir, aku belum menjawab hati Randa.
"Terima aja, ini kan yang kamu mau?" kata Mitta. Aku terdiam, masih tidak tau apa yang harus ku jawab.
"Kamu masih bingung?" tanya Mitta kembali
"Aku takut....."
"Man,bunga adalah cinta. Cinta dapat menembus batas. Cinta itu berasal dari hati, dua sejoli yang mempunyai perasaan yang sama..."
"Tapi disisi lain aku ingin melupakan Randa, Mitt..."
"Manda, kita tuh nggak akan mungkin bisa melupakan seseorang yang pernah dekat dengan hati kita, sekalipun orang itu pernah membuat kita menangis. Cuma ada satu jalan yang terbaik yaitu berdamai dengan semuanya, berdamai dengan hati kita. Saat perdamaian dengan sang hati telah tercapai, semua akan tampak jelas dimata kita, kita akan menjadi lebih tegar, setahap lebih dewasa dan kita nggak akan lagi memendam dendam yang hanya akan membuat hati kita membusuk seperti menyimpan tomat terlalu lama..."
"Tapi aku masih takut menerima semua ini, aku takut seandainya Randa hanya berpura-pura mengatakan itu semua hanya karna ingin membuat aku senang setelah sekian lama kita nggak pernah bertemu lagi.."
"Manda, nggak usah takut. Selama ini kan kamu sudah mencoba untuk melupakan Randa kan? Tapi ternyata Tuhan nggak memperbolehkan kamu melupakan Randa dan kenyataannya saat kamu bertemu Randa lagi, dia mengatakan ke kamu bahwa dia sangat kehilangan kamu, sama seperti kamu kehilangan dia, jadi apa yang perlu ditakutkan?"
Iya,mitt. Kamu benar, Randa dan aku sama-sama kehilangan. Bukan kehilangan sahabat tetapi kehilangan separuh hati yang sudah sekian lama ingin disatukan. Dan sekarang saat hati itu bertemu, separuh hati yang terpisah itu ingin bersatu kembali. Menjadi 1 hati yang bersemi didalam diri kita masing-masing.
***

Aku berjalan menuju taman itu. Hari ini aku ingin bertemu Randa. Aku ingin mengatakan suatu hal yang terpenting. Aku ingin mengatakan bahwa selama ini aku juga mencintainya, sama apa yang dia rasakan terhadapku. Akhirnya aku sampai ditempat yang aku tuju, aku melihat Randa. Kami duduk dibawah bangku panjang,
"Kamu ingin tau kenapa aku dulu tiba-tiba pergi jauh dari hidupmu? Karena aku sangat sakit,Ran. Aku sangat kehilangan kamu sebagai seorang sahabat yang selalu ada disampingku, aku sedih kehilangan kamu, aku merasa seperti kehilangan semua perhatian dan kasih sayang dulu kamu berikan ke aku tiba-tiba beralih ke Tya. Jujur aku nggak bisa melihat kamu bahagia dengan Tya. Harus ku akui aku sangat cemburu waktu itu, karna aku dulu cinta sama kamu,Ran.."

Terlihat dari mata Randa dia sangat terkejut mendengar pengakuanku. Seandainya dari dulu aku bisa mengatakan ini kepada kamu, pasti aku nggak akan terpuruk dalam kesedihan seperti ini.
"Kemudian aku lebih memilih pergi dari hidupmu. Aku ingin membuang sakit hatiku, membuang semua rasa cemburuku dan rasa cintaku terhadapmu. Tapi kenyataannya lain, Ran. Sampai sekarang pun aku nggak bisa melupakanmu sedikit pun. Aku masih sayang sama kamu..."
Akhirnya aku mengatakan semua itu. Hatiku menjadi sangat dan tidak ada lagi beban dalam diriku. Randa terlihat sangat bahagia, sama seperti aku. Benar kata Mitta, sekarang aku lebih lega setelah mengungkapkan ini semua. Setelah itu aku dan Randa sangat bahagia, bahagia menjalin sebuah cinta yang sudah lama terpisah. Terima kasih Mitta, semua ini nggak akan terjadi kalau tidak dengan bantuanmu. Kalau saja seandainya dulu kamu tidak memaksaku untuk datang ke sekolahmu pasti aku nggak akan bertemu Randa kembali.
***

Dua minggu setelah itu, disaat aku sedang bersantai tiba-tiba aku menerima telpon dari Mitta. Dengan sambil tersedu, Mitta memintaku datang ke rumah sakit. Setelah memberikan alamat rumah sakit. Aku menuju rumah sakit dengan segala pertanyaan. Siapa yang dirawat di rumah sakit?
Sampai di rumah sakit kulihat Ayah dan Ibu Randa duduk di ruang tunggu dengan wajah tertunduk lesu dengan air mata yang meleleh. Disampingnya, berdiri Mitta dengan wajah yang pucat. Dimana Randa? Kenapa disaat seperti ini dia tidak ada disini? Atau jangan-jangan......

Mitta memelukku sambil tersedu. Air mataku tiba-tiba ikut bercucuran. Kami menangis seolah-olah ditinggal pergi oleh orang yang kami cintai. Dan kenyataan itu benar. Randa mengidap penyakit leukimia selama 2 tahun terakhir ini. Penyakit yang aku kira hanya ada di sinetron-sinetron tapi sekarang terbukti di kehidupan nyata.
“Dokter mengatakan bahwa hidup Randa tak lama lagi,Man.” Kata Mitta
“Dokter bukan Tuhan, Mitt.” Jawab Manda tanpa melepaskan pandangan dari tubuh Randa. Manda dan Mitta berdiri di luar jendela ruang isolasi rumah sakit.
“Maafkan kami karena tidak memberitau tentang penyakit Randa. Dia sendiri yang memintanya untuk menyembunyikan penyakitnya ini. Dia tidak mau dikasihani. Dia tidak ingin, ketika dia meninggalkan kita, ada air mata kesedihan. Dia ingin kita merelakan kepergiannya dengan lapang dada. Jadi, ketika kita masuk kedalam kamu jangan menangis ya.” Kata Ibu Randa pasrah
“Baik saya tidak akan menangis.” Kata Manda sambil menghapus air matanya

Kami memasuki ruang isolasi dengan pakaian sangat steril, menggunakan masker dan topi plastik. Ketika kami masuk, Randa membuka matanya, kami berdiri disekeliling Randa.
“Apa yang kamu lakukan disini? Ayo bangun dan kita pulang!” kataku sambil memegang jemarinya
“Aku lelah sekali. Aku ingin beristirahat” katanya,
“Kalau begitu beristirahatlah,Nak. Tidurlah dengan nyenyak.” Kata ayah Randa

Randa menatapku. Terlihat dari matanya rasa bersalah.
“Ya,tidurlah. Aku akan tetap disini menunggumu sampai kamu tertidur,” kataku sambil berusaha membendung air mata yang ingin membuncah keluar. Yang terakhir kulihat adalah wajahnya yang tirus dan senyuman yang dulu selalu diberikannya kepadaku.
***

PROFIL PENULIS
Bernama lengkap Melinda Sulistya Rini. Biasa dipanggil Melinda. Sedang menempuh sekolah di SMK Farmasi Samarinda.
Twitter: @MelindaSRN
Fb: Melinda S Rini

Labels: , ,