Sunset Buat Amel - Cerpen Romantis

SUNSET BUAT AMEL
Karya Marin

Nina meletakkan secangkir teh dan sepiring kecil brownies kesukaannya di atas meja kecil disamping kursi malasnya, sore ini dia ingin menikmati waktu santainya dengan membaca surat dari Amel sahabat serumahnya yang sebulan lalu pamit pindah karena dia memutuskan menerima tawaran pamannya untuk membesarkan perusahaan keluarganya di Jogjakarta. Sebelum pergi, Amel memberikan surat itu tapi karena kesibukan kerja membuat Nina lupa dan tadi sore ketika dia membongkar isi tas kerjanya untuk mencari kartu nama, surat itu ikut terjatuh bersama barang lainnya membuat Nina lupa akan yang dicarinya malah segera menyiapkan kudapan untuk menemaninya membaca surat itu.

Ah Nina merasa sangat merindukan sahabat yang sudah lima tahun ini menemani harinya dengan warna-warna ceria. Amel yang tomboy tapi manis, cuek tapi sangat setia kawan dan selama ini Nina tak pernah melihat Amel bersedih apalagi menangis, wajah sahabatnya itu selalu berseri-seri dan menebar senyum ke semua orang yang dia kenal.

Sunset Buat Amel
Di kantorpun siapa yang tak kenal Amel, dari big bos sampe pak Abu OB hingga bigbos mempercayakan Amel menjadi sekretaris dan assistant bagi anak tunggalnya, Dimas yang baru lulus sekolah bisnis di Amsterdam dan sekarang menjadi salah satu direktur di perusahaan ini. Nina tidak iri sama sekali karena Amel memang sangat berdedikasi dan loyal, dia benar-benar workaholic dan pantas mendapatkan posisi itu.
Kedekatan Amel dan Dimas tidak hanya di kantor tapi dimana ada Dimas disitu ada Amel hingga sempat ada gosip mereka pacaran tapi dengan santai dan tegas Amel menyangkal semua gosip itu dan akhirnya semua tau Amel dan Dimas hanya sahabat diluar kantor tak lebih. Nina pun tau itu karena dia sering diajak jalan dan nonton bareng, hingga Nina merasa telah jatuh cinta pada Dimas yang smart dan sederhana dan Nina mencurahkan semua perasaannya pada Amel, tentang keinginannya untuk menjadi orang terdekat Dimas.

Dan Amelpun sukses mencomblangi Nina dan Dimas yang sebulan kemudian jadian disaksikan Amel yang tak henti-hentinya ngledekin Dimas yang terlihat salah tingkah. Perlahan Amel mulai menolak ajakan Dimas dan Nina untuk jalan-jalan, makan diluar, nonton atau sekedar hang out. Amel selalu punya alasan yang tepat untuk menolak ajakan mereka. Nina benar-benar beruntung punya sahabat sehebat Amel dan pacar sebaik Dimas. Hari-harinya semakin indah berwarna.

Hingga sore itu Amel mengajaknya bicara dan mengutarakan niatnya untuk segera berangkat ke Jogja karena pamannya yang mendesak untuk membantu perusahaannya sambil menunggu anaknya pulang dari Sidney mengambil program master bisnisnya. Amel sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak karena pamannya sekarang sakit-sakitan. Amel tak sanggup berpamitan pada big bos dan teman-teman sekantor jadi dia menitipkan surat pengundurannya pada Nina dan tak lupa dia juga menyerahkan sepucuk surat khusus untuk Nina yang dia minta dibaca jika Nina ada waktu senggang karena surat itu tidak terlalu penting.
Malam itu juga Amel berangkat hanya membawa tas ransel kesayangannya sedang barang-barang lainnya sudah diantar melalui expedisi. Nina hanya bisa menangis dan terus memeluk Amel seakan tak ingin melepas sahabat tercintanya, tak bisa dibayangkan hidupnya tanpa semangat dan keceriaan dari Amel. Hingga pesawatnya menghilang dari pandangan, Nina masih terisak sedih. Dia merasa kehilangan belahan jiwanya dan dia merasa Amel tak akan pernah ditemuinya lagi.

Dan pagi itu suasana kantor terasa sepi dan suram seakan kehilangan cahaya, semua bersedih atas perginya Amel yang tanpa pamit, big bos juga tak habis pikir akan keputusan Amel yang sangat mendadak, dicobanya berkali-kali menghubungi Amel via telpon tapi yang terdengar hanya suara operator. Amel bagai hilang atau menghilang tanpa jejak hanya sepucuk surat pengunduran diri dan ucapan terima kasih pada semua teman-teman sekantor serta ucapan maaf atas semua ucapan dan keisengannya selama ini.
Dimas yang baru datang dan mendapat kabar kepergian Amel bergegas pergi entah kemana dia akan mencari Amel yang diam-diam dicintainya dan dia sangat ingin segera menyatakannya tapi dengan kepergian Amel yang tiba-tiba ini membuat hatinya kecewa dan sakit, dia harus menemukan Amel. Tapi semua sia-sia, seharian Dimas berkeliling ke tempat-tempat favorit Amel tak ditemukannya sosok gadis tomboy yang sudah mengisi hari-harinya selama ini.

Nina perlahan membuka amplop surat itu, parfum kesukaan Amel masih bisa dirasakannya. Hatinya bergetar saat matanya mulai membaca tulisan Amel yang lumayan berantakan, Amel memang paling benci disuruh menulis tangan.

Dearest Nina,
Terima kasih atas semua cinta dan kasih sayang yang telah tercurah selama ini dalam persahabatan kita yang tak bisa ditukar dengan apapun.
Maafin aku ya, aku benar-benar minta maaf Nin, aku merasa bahwa aku mulai mencintai Dimas. Aku benar-benar tidak menginginkan hal ini terjadi tapi entahlah akhir-akhir ini aku merasa hatiku sakit tiap melihat Dimas bersama kamu. Sungguh aku tidak punya perasaan ini sebelumnya, aku benci perasaan ini Nin. Tapi setiap aku berusaha membunuhnya, rasa itu makin menyesakkan dada. Aku ga sanggup Nin, dan aku ternyata kalah. Aku merasa menjadi seorang pecundang, aku merasa telah mengkhianati persahabatan kita dan konsekuensinya aku harus pergi agar aku tak menjadi benalu dalam hubungan ini.
Ok sis, aku ga mau berlama-lama terhanyut dalam perasaanku sendiri. Aku harus bangkit menata hatiku lagi. Aku doain semoga hubungan kamu n Dimas terus lanjut hingga happy ending, doain aku juga ya biar bisa ketemu orang yang bisa bikin aku bahagia.
Oh ya salam buat semua teman-teman kantor, big bos dan Dimas.

Love
Amel

Nina tertegun, pantas saja Amel selalu menolak diajak jalan bertiga, dia selalu pergi tiap Dimas dan Nina menghabiskan waktu di rumah. Bahkan Amel punya kebiasaan baru, ngopi di kafe setiap pulang kerja untuk menghindari ajakan Dimas pulang bertiga.

Ah kasihan sekali Amel, pasti tersiksa sekali menahan perasaannya demi persahabatan mereka padahal jika Amel mau, dia bisa merebut Dimas dari Nina dengan mudah karena Amel adalah asisten Dimas yang intensitas kebersamaan mereka jauh lebih sering daripada dengan Nina yang hanya bertemu pagi, sore dan hari minggu jika Dimas libur.

Ada rasa bersalah dihati Nina yang merasa kurang peka pada perasaan Amel yang begitu baik telah memberinya tumpangan rumah sedang dia merasa belum pernah memberi sesuatu pada Amel. Bahkan dia merelakan cintanya demi kebahagiaan Nina, takkan ditemuinya lagi sahabat berhati malaikat seperti Amel.

Malam itu Dimas datang dengan raut wajah yang susah ditebak, akhir-akhir ini Nina memang merasakan perubahan pada diri Dimas. Sering melamun dan selalu kembali ke kantor setelah mengantar Nina pulang dengan alasan harus membuat estimasi yang harusnya dikerjakan Amel. Ada kelelahan dan kesedihan di wajah tampan Dimas, Nina merasa ada sesuatu yang ingin diungkapkan kekasihnya itu.
“ Maafin aku Nin, aku harus mengakhiri hubungan kita ini.” Dimas menghela nafas seakan beban berat itu terlepaskan sedang Nina terperangah kaget tak percaya akan pendengarannya.
“ Kamu terlalu baik untukku, aku harap kelak kamu dapatkan penggantiku yang jauh lebih baik dari aku. Maafin aku Nin, baru kusadari jika selama ini aku hanya menyayangimu layaknya seorang kakak pada adiknya karena hatiku telah terisi oleh gadis lain...” suara Dimas menggantung
“ Amel?”. Nina menatap Dimas yang mengangguk, jujur hatinya sakit dan kecewa tapi dia harus berbesar hati menerima kenyataan ini.
“ Carilah Amel Dim, karena diapun menyimpan rasa yang sama padamu dan aku juga baru tau jika dia pergi karena dia tak ingin menyakiti aku.” Entah kekuatan darimana Nina mengucapkan kalimat itu dengan tenang, sayangnya pada Amel ternyata lebih besar dari cintanya pada Dimas hingga dia merasa kuat meski hatinya hancur. Apalagi saat dilihatnya Dimas yang menatapnya tak percaya dengan kalimat yang keluar dari bibirnya dengan lancar.

Dimas memeluknya dan mengatakan terimakasih berulang-ulang ditelinganya setelah itu dengan gegas sosok tegap nan mempesona itu menghilang dengan pajero sport putihnya.

Sudah seminggu ini Dimas mengubek-ubek kota gudeg namun Amel seakan benar-benar hilang. Semua alamat yang diberikan Nina tak ada yang tau kemana perginya gadis tomboy yang telah mencuri hatinya. Sudah banyak gadis yang singgah dihatinya tapi baru sekali ini dia dibuat gila oleh seorang gadis super tomboy yang juga asistennya sendiri. Sebenarnya sejak pertama bertemu dia merasa jatuh hati pada Amel dan ingin mengungkapkannya tapi setiap melihat sikap cuek Amel dan keisengan yang sering dilakukan Amel terhadapnya membuat Dimas ragu dan takut ditertawakan oleh gadis yang benar-benar telah merampok hatinya. Hingga Amel menjodohkan dia dengan Nina yang katanya sangat mengharapkan cintanya.

Awalnya Dimas menerima cinta Nina dan berharap Nina akan membuatnya jatuh cinta dan melupakan Amel yang seakan tak peduli pada semua perhatiannya, tapi semakin lama dia merasa sangat tersiksa apalagi Amel semakin menjaga jarak dengannya dan puncaknya ketika Amel memutuskan resign dari kantor benar-benar membuatnya gila. Dimas merasa harus mendapatkan gadis itu agar otaknya kembali waras meski dia harus menyakiti Nina dan cinta memang butuh pengorbanan. Dan seminggu mencari Amel membuatnya semakin gila tapi Dimas yakin dia akan menemukan Amel di kota ini.

Pantai Baron menjelang sore semakin sepi apalagi hari ini bukan hari libur jadi pengunjungnya tak terlalu banyak, hanya beberapa pasang muda-mudi dan satu rombongan pelajar yang tampak siap-siap mengabadikan sunset dilangit senja yang bersih. Dimas juga ingin menikmati sunset seutuhnya, hari ini dia benar-benar merasa lelah setelah seharian menyusuri jalanan jogja demi gadis yang dirinduinya. Sambil menatap laut lepas dia mengharapkan keajaiban datang untuk mempertemukannya dengan Amel, sudah setahun dia memendam rasa itu ingin rasanya segera mendapat jawaban atas penantiannya.

Mata Dimas terpaku pada sosok yang sedang duduk di batu besar di tepi pantai, sosok itu diam dengan tenang menatap laut tak peduli pada angin laut yang membuat rambut ikalnya berantakan. Meski tubuhnya semakin kurus dan rambutnya makin panjang tapi Dimas masih sangat mengenalinya dan tanpa sadar Dimas berjalan ke arah gadis itu.

Langkahnya semakin cepat serasa berlari seakan takut sosok gadis itu pergi lagi, hingga jarak lima meter Dimas menghentikan langkahnya untuk mengatur nafas dan debar jantungnya yang membuncah seakan ingin meledak sedangkan gadis itu tetap pada posisinya tak bergeming sedikitpun tak peduli pada sekelilingnya.
“ Mel.” Dimas tak yakin panggilannya bisa membuat gadis itu menoleh dan ketika mulutnya terbuka lagi untuk mengulang panggilannya, gadis itu menoleh perlahan dan terperangah kaget dan bangkit dari duduknya.
Saling menatap lekat seakan tak percaya dipertemukan di pantai dan sunset yang indah seakan menjawab semua tanya tentang penantian hati yang tersiksa oleh cinta yang selama ini tak terungkap. Dimas merengkuh Amel yang masih terdiam menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Mereka berpelukan disaksikan matahari yang tenggelam sempurna di ufuk barat, tak ada kata yang terucap sama sekali hanya degup jantung dan hati yang bicara tentang kerinduan dan cinta yang terpendam selama ini. Semua terbayar sudah di sunset terindah buat Amel yang semakin erat memeluk Dimas.

“ Tak ada seorangpun yang bisa lari dari cinta karena cinta adalah penyatuan rasa jadi tak perlu diingkari jika kau merasa jatuh cinta”

PROFIL PENULIS
Bungsu dari 3 bersaudara, sekretaris di sebuah perusahaan kontraktor di jakarta. sejak kecil suka menulis cerita tapi tidak percaya diri untuk dipublikasikan.

Labels: ,