Sujud Terakhir - Cerpen Motivasi

SUJUD TERAKHIR
Karya Igbiana Pertiwi

Cahaya redup remang-remang menatap sebuah tangisan berhujanan. Dinginnya menusuk sukmaku yang teriris perih walaupun air mata berhasil aku kengkang. Doa-doa eraaiklas semuanya. Kau tampak berseri mesti kain kain putih suci yang kau pakai terbelut didirimu bahagianya “PULANG KAMPUNG” tempat dirimu asal
Duka terselimuti dengan isak tangisan orang dekatmu,kerabat dekatmu. Bau anyir yang semakin tersamar-samar akan kepergianmu. Sejak saat itukah kau menyadarkan sebuah sajadah biru kepadaku,disaat aku mengambil air untuk siciku. Kau tersenyum mengatakan “jangan pernah menangis sebuah musibah, karena tangis lelaki adalah lemah. Kuatkan tangismu hanya kepada tuhanmu”. Sejak itu akankah terakhir dirimu kau katakan sajak sejuk dihatiku. Tersamar akan kenangmu. Seiring tak terasa kau terkubur dan malaikat munkar dan nakir mungkin menunggu akan kedatanganmu. Ya Allah meski diriku tak sedarah akankah aku mengiklaskan dan mengenangnya?. Serasa iklasdan pedih tercampur dibenakku
Sujud Terakhir
Entah mengapa sejak kroergianmu ku menatap lama pada mushola itu. Sejak pertama kali diriku menginjak di mushola itu. Saat itulah mengenal akan artinya islam itu. Entah mengapa duduk smp ku menggebu-nggibu meraih impianku tapi saying, impian hanya mimpi yang tak dapat aku capai lagi. Ibu dan ayah berseteru akan kemiskinan keluargaku.hingga adikk kecilku dan aku seolah anak belantara yang tak ada saying dan cinta yang semestinya aku rasakan. Hingga ayah pergi entah kemana. Akan berbuat aku tidak tahu. Tapi entah apa yang terjadi hingga aku keliling menjajakan hasil kue buatan ibuku, ada gerombolan orang-orang itu. Dan sejenak sedetak jantung detak cepat, tangisan apa yang aku rasakan. Tapi aku melihat itu adalah ayah terbujur tak bernyawa. Dihiasi darah disekitarnya, sejrnak aku histeris. Ayah telah meningalkan aku bersama ibuku dan adik kecilku. Segera aku lari meninggalkan ayahku. 
Untuk mengabarkan ibuku. Berlar dengan telanjang kaki, tak peduli bajuku lusuh kusam. Tak peduli aku dianggap pelari atau lari marathon. Yang penting ibu tau hal ini. Jalan aspal yamg penuh lubang. Panas pun menyengat kulitku yang hitam ini. Asap yang mengelilingi jalan raya tak aku pedulikan . aku tetap berlari meski kerikil-kerikil tajam yang aku injak ini. Seolah tak akan bias aku rasakan sakit di telapaku. Nafas tersenggal senggal setiap langkahku. Langkah dan langkah cepatku seolah rumahku semakin mendekat. Sejenak tertegun aku tak sabar akan kabar ini. Tibi-tiba kaki ini diam dengan mendadak, orang-orang lalu lalang kesana kemari. Aku bingung kenapa ada asap hitam dari kejauhan. Sempat tak aku hiraukan taoi kenapa itu menuju rumahku. Jalanku mepelan sempat saja tak terpikirkan dengan keadaan ayah. Karena orang-orang berkari sepertiku. Semakin bingung seolah aku tak mengerti dengan keadaan. Hingga aku menemukan asap itu, yang asalnya dari rumah reyot itu.berkayu dekat halaman yang selalu aku bermain bola di situ, disana juga tempat pohon yabg sering tertidur diranting itu tepat paa depan pintu rumahku,dan kebakaran itu adalah RUMAHKU!!!!!!!!!!!! . aku segera menanykan orang yang tepat pada di depanku . bagaimana dengan ibu dan adikku. Orang itu menjawab seolah tidak terhiraukan pertanyaanku. Api semakin marah dan melahap rumahku. Bagaikan layunya daun di pucuk karena patahnya batang yang menyeret diriku dalam sebuah isak tangisan. TUHAN!!!!!!!!, cukupkah kau beri aku cobaan ini? Cita-citaku !!!!, harapanku!!!,keluargaku!!!!!

“kenapa!!!!!!!”, dengan histerisku layu . layu lutut tertekuk menyetuh tanah. Hancur sudah kepingan hidupku.
Berjalan menelusuri jalanan pinggiran aspal. Melihat sekeliling kota yang tak punya lelah. Tapi sekarang aku lelah dengan batinku . berjalan seolah apa yang terjadi pada diriku yang sebatang kara ini. Cuaca sore pun masih terlihat sejuk dengan angin. Tapi hati tetap hati , sesejuk sore ini , luka yang perih ini tak lagi terobati. Sejak aku merenung apa yang aku lakukan sekarang. Terbayang akan sekolahku, karena sekolah menghiburku setiap aku meratapi keluargaku. Karena sekolah sumberku menumbuhkan semangat ini. Akan tetapi semua hancur dalam sekejap mata.akankah hidup di jalan ini teringan aku tidak melahap sesuap nasi. Aku mulai merasakan rapar dengan apa yang aku makan. Terlihat mobil barjajar antri,terpikir akankah aku meminta mereka. Tidak!!!!!!!! Aku tidak mau meminta !!!!!!! tapi tidak mungkin?,perutku sudah kosong tak berisi tidak! Aku harus bertahan

Hingga menjelang malam aku terus menahan lapar ini berjalan bertatih-tatih.ketika itu aku melihat mushola aku ingin sekali di sana.meski tidak beringinan sholat,karena aku tak paham dan saat itu aku nyaman dan hatiku seolah menjadi dingin,aku melihat trulisan kaligarfi di setiap sudut jendela dan ruang imam.tak terasa aku tertidur di teras hingga laparku tak sempat aku laparkan lagi

Terkaget saat kakek yang tidak begitu tua membangunkanku. Di sinilah aku menemukan kau,menberikan kata lembutmu membuat hati ini seolah terobati.sejak itulah kau menawarkan aku untuk ikut denganmu,dengan syarat mematuhi apa yang kau perintahkan.seolah semangat sedikit terbakar.mulailah aku dan kau hidup bersama meski kau memberikan berita tentangmu yang d tinggal isrti di surga sejak melahirkan anakmu. Kau hidup sendiri dekat mushola itu.anakmu telah berumah tangga jahu di sana,hingga kau tak merasakan kesepian bagitu tegarnya dirimu,dahulu terlihat wajah ramahmu.sebegitukah dirimu menganggap diriku anaknya sendiri dan dirimu tak urun hingga diriku berhasil menampak jalan tikungan ingga saatnya usiaku menanjak dalam hati terasa di permukaan daratan terjal meningkung tajam sangan mengiris hati.hingga saat ini air mataku tumpah pada saat sujut terakhirmu waktu diriku bersama menghadap komunikasi terhadap allah.teringan kata terakhir yang kau ucapkan saat itu aku. Coba untuk bentengi resah dan air mataku untuk tidak terlihat olehmu di alam beda.cukupkah diriku berlajar dari hidupmu.sekian lama hidup bersama denganmu.semua telah terukir indah di hati dan terpartri di lukisan indah di kehidupanku

Dari mushola itu kau telah menatap ramah dan hidupmu seolah tidak ada resah di setiap hembusanmu.nasehat-nasehat itu aku simpan di buku kehidupanku.saat yang terindah membuat rasa kenangku yang aku jadikan pengalaman terindah.kau membenarkan saat mensucikan diri sebelum sembayang.waktu itu aku yang lugu tidak mengerti apa yang kau lakukan hingga kau menuntun dengan sabar,mengarahkan di kehidupan yang sebenarnya.di dirimulah aku terbentuk manusia yang sepantasnya.aku menemukan jati diriku semanjak hidup bersamamu indah bagiku. hingga kau memberikan ilmu yang terdapat apa yang kau miliki

Saat jam 5 pagi aku berniat memberikan sesuatu hal yang membahagiakan,bahwa aku akan menbalas semua apa yang teleh kau berikan padaku.waktu itu ada berita yang mengejutkan bagiku menyatakan bahwa aku di terima di sebuah angkatan.kelak aku bercita-cita sebagai khalifah yang kau berikan cerita padaku.materi kehidupan yang kau ucapkan sehingga di dalam anganku terbangun dan mimpiku tarbayang kelak aku menjadi khalifah,aku menjalankan apa yang kau berikan meteri padaku

Tapi entah waktu menjadi saksi bisu dengan perjuanganku.untuk menyatakan hal yang menbahagiakan ini ,tapi sejalan waktu kau menberikan sujut terakhirmu waktu jamaah denganku
Teringat terus pikiran ini mengembang seolah apa yang terjadi tidak bisa terpikirkan lagi tapi karena kata terakhir itu menggema dan terus terngiang. Aku harus mampu untuk tegar meski kau tak sedarah. Begitupun diriku dahulu semua aku keluarkan dan aku harus memikirkan jalan ke depan.ya allah terima kasih atas kebesaran kekuasaanmu allah huakbar aku tempuh jalan tampamu d sujut terakhirmu.

PROFIL PENULIS
Nama : Igbiana Pertiwi
Tanggal Lahir: 12 November 1993
Tampat tinggal : bojonegoro
Add facebook: bianatiwi@yahoo.com
Follow twitter:@igbiana

Labels: